kekuasaan eksaminatif dalam sistem pemerintah indonesia dijalankan oleh

TranslatePDF. MAKALAH PENDIDIKAN PANCASILA TENTANG LEMBAGA NEGARA Dosen Pembimbing : Dr.H.Akmal, SH,M.Si Disusun oleh 1. Mela Susrita (14075035) 2. Alifah Mutasyadilla (1405043) 3. Tri Penatria (14086433) UNIVERSITAS NEGERI PADANG 2015 f KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat , karunia dan hidayahNya kepada Kekuasaanlegislatif adalah kekuasaan untuk membentuk undang - undang yang dipegang oleh DPR yang ditegaskan dalam pasal 4 ayat 1 UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 2. Kekuasaan eksekutif. Kekuasaan eksekutif, yaitu kekuasaan untuk menjalankan undang - undang dan penyelenggaraan pemerintahan negara yang pegang oleh Presiden yang MATERI: SISTEM PEMBAGIAN KEKUASAAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DISUSUN OLEH : IWAN SETIAWAN, S.Pd. No. Peserta : 19026215410084 Kelas :B f KATA PENGANTAR Syukur alhamdulilah, akhirnya saya bisa menyelesaikan tugas pembuatan bahan ajar berupa Modul Pembelajaran, tak lupa saya ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam 4 Pada hakikatnya kekuasaan untuk mengubah dan menetapkan Undang-Undang Dasar, dimana kekuasaan ini dijalankan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 3 ayat (1) UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945, adalah kekuasaan A. Konstitutif B. Legislatif C. Federatif D. Yudikatif E. Eksaminatif 5. Umumnyapemegang kekuasaa eksekutif adalah kepala negara yang dapat berupa presiden, perdana mentri, ataupun raja, sesuai dengan sistem pemerintahan yang diterapkan pada negara tersebut. Di Indonesia, pemegang kekuasaan eksekutif tertinggi adalah presiden republik Indonesia sesuai dengan amanat Pasal 4 ayat (1) dalam UUD 1945. Pasal ini berbunyi Frau Mit Hund Sucht Mann Mit Herz Zitate. - Setiap negara menerapkan konsep pembagian kekuasaan. Pembagian kekuasaan ini kemudian diisi dengan struktur-struktur di masing-masing bagian yang berkaitan. Dalam UUD 1945 Pasal 1 ayat 1, dijelaskan bahwa Indonesia adalah negara Kesatuan yang berbentuk Republik. Pasal tersebut menegaskan bahwa negara Indonesia adalah negara kesatuan, bukan negara federal. Salah satu ciri negara kesatuan adalah kedaulatan negara yang tidak terbagi-bagi. Meskipun kekuasaan pemerintah pusat di Indonesia diserahkan sebagiannya pada pemerintah daerah, tetapi kekuasaan tersebut tetap berada di pemerintah pusat. Bentuk pemerintahan yang diamanatkan UUD 1945 adalah republik. Dengan bentuk pemerintahan republik, Indonesia dipimpin oleh seorang presiden, bukan juga Macam Teori Kekuasaan Negara Menurut John Locke & Montesquieu Apa Saja Macam-Macam Kekuasaan Negara? Dalam proses memegang kekuasaannya, Presiden Indonesia dipilih melalui mekanisme pemilihan secara demokratis yang diatur dalam hukum negara Indonesia. Proses pemilihan berbeda dengan sistem monarki yang kekuasaannya terpusat di keluarga raja dan diwariskan turun-temurun. Menurut Joeniarto dalam buku Sejarah Ketatanegaraan Republik Indonesia 1986, sistem tata negara Indonesia tidak menganut sistem negara lain. Dengan latar belakang sosio-historisnya, Indonesia memiliki cara tersendiri dalam membuat sistem pemerintahan. Pembagian Kekuasaan di Indonesia secara Horizontal Pembagian kekuasaan di Indonesia diterapkan melalui dua jenis pembagian. Kedua jenis tersebut adalah pembagian kekuasaan secara horizontal dan pembagian kekuasaan secara vertikal. Dikutip dari Modul Pembelajaran PPKn kelas X terbitan Kemdikbud, pembagian horizontal adalah pembagian kekuasaan menurut fungsi lembaga negara yang ada. Sedangkan pembagian vertikal adalah pembagian kekuasaan menurut kedudukan lembaganya. Dalam jurnal "Pembagian Kekuasaan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Di Indonesia" yang ditulis Rika Marlina, terdapat dua masa pembagian kekuasaan secara horizontal di Indonesia, yakni sebelum amandemen UUD 1945 dan setelah Amandemen UUD 1945. Sebelum UUD 1945 diperbarui melalui amandemen, pembagian kekuasaan secara horizontal di Indonesia terdiri dari tiga kekuasaan, yaitu kekuasaan eksekutif, legislatif, dan yudikatif. Ide membagi kekuasaan menjadi tiga jenis ini disadur dari teori trias polica yang dicetuskan John Locke dan juga Apa Saja Peran Warga dalam Implementasi Wawasan Nusantara? Apa Saja Aspek Trigatra dan Pancagatra dalam Wawasan Nusantara? Setelah UUD 1945 mengalami amandemen, pembagian kekuasaan horizontal di Indonesia kemudian ditambah menjadi enam. Selain kekuasaan eksekutif, legislatif, dan yudikatif, pembagian kekuasaan di Indonesia ditambah dengan kekuasaan konstitutif, kekuasaan eksaminatif/inspektif. dan kekuasaan moneter. Berikut penjelasan masing-masing jenis pembagian kekuasaan di Indonesia secara horizontal KonstitutifKekuasaan konstitutif adalah kekuasaan yang berfungsi mengubah dan mengesahkan Undang-undang Dasar. Kekuasaan ini dijalankan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat MPR. Tugas dan wewenang MPR tersebut termaktub dalam Pasal 3 ayat 1 UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 2. Kekuasaan EksekutifKekuasaan eksekutif adalah kekuasaan yang berfungsi untuk menjalankan undang-undang dan menyelenggarakan pemerintahan negara. Kekuasaan eksekutif dipegang oleh seorang presiden dan wakilnya, sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 4 ayat 1 UUD 1945 3. Kekuasaan LegislatifKekuasaan Legislatif adalah kekuasaan yang berfungsi membentuk dan mengesahkan undang-undang. Kekuasaan dijalankan oleh Dewan Perwakilan Rakyat. Hal tersebut dijelaskan dalam Pasal 20 ayat 1 UUD 1945. 4. Kekuasaan YudikatifKekuasaan Yudikatif sering kali disebut sebagai kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang berfungsi untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan. Kekuasaan yudikatif dipegang oleh Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi sebagaimana diatur dalam Pasal 24 ayat 2 UUD 1945. 5. Kekuasaan eksaminatif/inspektif Kekuasaan eksaminatif/inspektif merupakan kekuasaan yang memiliki fungsi menyelenggarakan pemeriksaan atas pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara. Kekuasaan eksaminatif/inspektif dipegang oleh Badan Pemeriksa Keuangan. Hal tersebut diatur dalam Pasal 23 E ayat 1 UUD 1945. yang menyatakan bahwa untuk memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab tentang keuangan negara maka diadakan satu Badan Pemeriksa Keuangan yang bebas dan mandiri. 6. Kekuasaan MoneterKekuasaan moneter merupakan kekuasaan yang berfungsi untuk menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter; mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran; serta memelihara kestabilan nilai rupiah. Kekuasaan ini dipegang oleh Bank Indonesia selaku bank sentral di Indonesia. Kekuasaan ini dijelaskan dalam Pasal 23 D UUD 1945. - Sosial Budaya Kontributor Rizal Amril YahyaPenulis Rizal Amril YahyaEditor Addi M Idhom ArticlePDF Available Discover the world's research25+ million members160+ million publication billion citationsJoin for freeContent may be subject to copyright. CosmoGov Jurnal Ilmu Pemerintahan ISSN 2442-5958 E-ISSN 2540-8674 Oktober 2018 Doi 247 SISTEM PRESIDENSIAL DI INDONESIA Ribkha Annisa Octovina Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Padjadjaran Email octovinaa ABSTRAK Saat ini Indonesia menganut sistem presidensial untuk pemerintahannya. Pelaksanaan ini tentu tidak luput dari tiga pembagian kekuasaan atau biasa disebut dengan trias politica legislatif, eksekutif, yudikatif yang lekat dengan sistem presidensial. Sayangnya, praktik presidensial di Indonesia hanya baru terjadi pada pengembangan sistem. Dalam pelaksanaanya, peran presiden semakin kalah dan lemah dibandingkan dengan DPR selaku legislatif. Bahkan pembagian tiga kekuasaan pun tidak absolut seperti trias politica, tetapi terbagi kedalam empat pembagian kekuasaan. Kata kunci sistem presidensial; trias politica; sistem pemerintahan ABSTRACT Currently Indonesia adopts a presidential system for its government. This implementation certainly did not escape from the three power divisions or trias politica legislative, executive, judicative attached to the presidential system. Unfortunately, presidential practice in Indonesia has only occurred in system development. In the implementation, the role of the president is getting lost and weak compared to the DPR as the legislature. Even the division of three powers is not absolute like trias politica, but is divided into four power-sharing. Keywords presidential system; trias politica; governmental system PENDAHULUAN Konstitusi dengan jelas menegaskan ciri-ciri sistem presidensial yang dianut oleh Indonesia. Akan tetapi, kondisi pemerintahan Indonesia saat ini memunculkan pertanyaan mengenai sistem pemerintahan yang dianut oleh Indonesia. Biarpun banyak sistem yang dikembangkan berdasarkan sistem presidensial, seperti misalnya pemilihan umum, Indonesia juga masih menganut beebrapa corak parlementer, seperti sistem multipartai. Menggabungkan aspek presidensial dengan parlementer sebenarnya dapat menimbulkan masalah. Masalah yang mungkin muncul dari penggabungan ini ialah mengenai siapa yang memegang kekuasaan, bila dalam sistem presidensial sangat jelas presiden CosmoGov Jurnal Ilmu Pemerintahan ISSN 2442-5958 E-ISSN 2540-8674 Oktober 2018 Doi 248 sebagai pemegang kekuasaan, tentu berbeda dengan sistem parlementer yang dimana pemegang kekuasaan ada parlemen dalam hal ini Dewan Perwakilan Rakyat. Sistem presidensil erat berhubungan dengan trias politica legislatif, eksekutif, yudikatif. Pembagian kekuasaan inilah yang saat ini semakin bias dalam pemerintahan Indonesia. Maka dari itu, dalam tulisan ini saya ingin membahas mengenai 1 Bagaimana pelaksanaan sistem presidensial di Indoensia? Untuk membantu menjawab pertanyaan diatas, maka tulisan ini akan menggunakan konsep sistem presidensial dan teori pembagian kekuasaan. HASIL DAN PEMBAHASAN Ada empat ciri yang menggambarkan sistem presidensial menurut Witman dan Wuest dalam Syafiie, 2011 1. It is based upon the separation of power principles. 2. The executive has no power to disolve the legislature nor must be resign when he loses the supp of the majority of its membership. 3. There is no mutual responsibility between the president and his cabinet, the latter is, wholly responsible to the chief executive. 4. The executive is chosen by the electorate Dengan demikian menurut Witman dan Wuest ciri-ciri dari sistem presidensial adalah sebagai berikut 1. Hal tersebut berdasarkan atas prinsip-prinsip pemisahan kekuasaan. 2. Eksekutif tidak mempunyai kekuasaan untuk membubarkan parlemen juga tidak perlu berhenti sewaktu kehilangan dukungan dari mayoritas anggota parlemen. 3. Dalam hal ini tidak ada tanggung jawab yang berbalasan antara presiden dan kabinetnya, karena pada akhirnya seluruh tanggung jawab sama sekali tertuju pada presiden sebagai kepala pemerintahan. 4. Presiden dipilih langsung oleh para pemilih. Dari uraian diatas, maka dapat dikemukakan beberapa ciri-ciri sistem pemerintahan presidensial, yaitu 1. Presiden sebagai kepala negara dan sebagai kepala pemerintahan 2. Presiden tidak dipilih oleh badan perwakilan tetapi oleh dewan pemilih dan belakangan peranan dewan pemilih tidak tampak lagi sehingga dipilih oleh rakyat 3. Presiden berkedudukan sama dengan legislatif 4. Kabinet dibentuk oleh Presiden, sehingga kabinet bertanggungjawab kepada presiden 5. Presiden tidak dapat dijatuhkan oleh badan legislatif, begitupun sebaliknya Presiden tidak dapat CosmoGov Jurnal Ilmu Pemerintahan ISSN 2442-5958 E-ISSN 2540-8674 Oktober 2018 Doi 249 membubarkan badan legislatif. Menurut Sarundajang, 2012, sistem pemerintahan presidensial memiliki kelebihan yaitu pemerintahan yang dijalankan oleh eksekutif berjalan relatif stabil dan sesuai dengan batas waktu yang telah diatur dan ditetapkan dalam konstitusi. Sedangkan kelemahan dari sistem pemerintahan presidensial adalah setiap kebijakan pemerintahan yang diambil merupakan bargaining position antara pihak legislatif dan eksekutif yang berarti terjadi pengutamaan sikap representatif – elitis dan bukan partisipatif – populis. Sistem pemerintahan presidensial memisahkan kekuasaan yang tegas antara lembaga Eksekutif, Legislatif dan Yudikatif, sehingga antara yang satu dengan yang lain seharusnya tidak dapat saling mempengaruhi. Menteri-menteri tidak bertanggungjawab kepada Legislatif, tetapi bertanggungjawab kepada Presiden yang memilih dan mengangkatnya, sehingga menteri-menteri tersebut dapat diberhentikan oleh presiden tanpa persetujuan badan legislatif. Pemisahan kekuasaan antara legislatif, eksekutif, yudikatif biasa kita sebut sebagai trias politica. Menurut Montesquieu, ajaran Trias Politica dikatakan bahwa dalam tiap pemerintahan negara harus ada 3 tiga jenis kekuasaan yang tidak dapat dipegang oleh satu tangan saja, melainkan harus masing- masing kekuasaan itu terpisah. Pada pokoknya ajaran Trias Politica isinya tiap pemerintahan negara harus ada 3 tiga jenis kekuasaan yaitu Legislatif, Eksekutif dan Yudikatif, sebagai berikut a. Kekuasaan Legislatif Legislative Power Kekuasaan Legislatif Legislative Power adalah kekuasaan membuat undang-undang. Kekuasaan untuk membuat undang-undang harus terletah dalam suatu badan khusus untuk itu. Jika penyusunan undang-undang tidak diletakkan pada suatu badan tertentu , maka akan mungkin tiap golongan atau tiap orang mengadakan undang-undang untuk kepentingannya sendiri. Suatu negara yang menamakan diri sebagai negara demokrasi yang peraturan perundangan harus berdasarkan kedaulatan rakyat, maka badan perwakilan rakyat yang harus dianggap sebagai badan yang mempunyai kekuasaan tertinggi untuk menyusun undang-undang dan dinamakan “Legislatif”. Legislatif adalah yang terpenting sekali dalam susunan kenegaraan karena undang-undang adalah ibarat tiang yang menegakkan hidup perumahan Negara dan sebagai alat yang menjadi pedoman hidup bagi bermasyarakat dan bernegara. Sebagai badan pembentuk undang- undang, maka Legislatif itu hanyalah berhak untuk mengadakan undang- undang saja, tidak boleh melaksanakannya. Untuk menjalankan undang-undang itu haruslah diserahkan kepada suatu badan lain. Kekuasaan untuk melaksanakan undang-undang adalah “Eksekutif”. CosmoGov Jurnal Ilmu Pemerintahan ISSN 2442-5958 E-ISSN 2540-8674 Oktober 2018 Doi 250 b. Kekuasaan Eksekutif Executive Power Kekuasaan “Eksekutif” adalah kekuasaan untuk melaksanakan undang- undang. Kekuasaan melaksanakan undang-undang dipegang oleh Kepala Negara. Kepala Negara tentu tidak dapat dengan sendirinya menjalankan segala undang-undang ini. Oleh karena itu, kekuasaan dari kepala Negara dilimpahkan didelegasikan kepada pejabat-pejabat pemerintah/Negara yang bersama-sama merupakan suatu badan pelaksana undang-undang Badan Eksekutif. Badan inilah yang berkewajiban menjalankan kekuasaan Eksekutif. c. Kekuasaan Yudikatif atau Kekuasaan Kehakiman Yudicative Powers Kekuasaan Yudikatif atau Kekuasaan Kehakiman Yudicative Powers adalah kekuasaan yang berkewajiban mempertahankan undang-undang dan berhak memberikan peradilan kepada rakyatnya. Badan Yudikatif adalah yang berkuasa memutus perkara, menjatuhkan hukuman terhadap setiap pelanggaran undang-undang yang telah diadakan dan dijalankan. Walaupun pada hakim itu biasanya diangkat oleh Kepala Negara Eksekutif tetapi mereka mempunyai kedudukan yang istimewa dan mempunyai hak tersendiri, karena hakim tidak diperintah oleh Kepala Negara yang mengangkatnya, bahkan hakim adalah badan yang berhak menghukum Kepala Negara, jika Kepala Negara melanggarnya. Lembaga negara atau lembaga pemerintah dalam sistem pemerintahan republik Indonesia berdasarkan Undang-Undang Dasar Tahun 1945 Sesudah Amandemen ada 7 tujuh yaitu MPR, DPR, DPD, Presiden, BPK, MA dan MK. Nyatanya, di Indonesia pembagian kekuasaan tidak murni terbagi kedalam tiga kekuasaan. Ada pemabagian kekuasaan keempat yang disebut kekuasaan eksaminatif, yaitu kekuasaan terhadap pemeriksaan keuangan negara. Kekuasaan eksaminatif di Indonesia berdasarkan Pasal 23 Undang-Undang Dasar Tahun 1945 sesudah amandemen adalah BPK. Disamping pembagian kekuasaan yang kurang sesuai dengan trias politica, kelemahan dari sistem presidensial belum juga terselesaikan dalam pemerintahan Indonesia. Hal ini terlihat dari peran presiden yang semakin melemah, sementara DPR semakin berperan dalam pemerintahan. Salah satu kasus yang paling mencolok baru-baru ini adalah pengesahan UU MD3 oleh DPR yang tidak ditandatangani presiden. Pemerintah Indonesia memang memiliki peraturan mengenai pengesahan undang-undang yang tertuang dalam UU Nomor 12/2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundnag-Undangan. UU Nomor 12/2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan ini mengatur presiden harus menandatangani UU dalam waktu 30 CosmoGov Jurnal Ilmu Pemerintahan ISSN 2442-5958 E-ISSN 2540-8674 Oktober 2018 Doi 251 hari setelah disahkan DPR. Undang-Undang tetap akan berlaku apabila Presiden tidak menandatangani dalam kurun waktu tersebut. Peraturan ini tentu mencacatkan sistem presidensial yang seharusnya. KESIMPULAN Setelah pembahasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa pelaksanaansistem presidensial di Indonesia masih memiliki banyak kekurangan. Pembagian kekuasaan nampaknya tidak berlaku seimbang, dan terkesan dimanfaatkan segelintir pihak. Sistem presidensial sebenarnya sangat relevan dipraktikan di Indonesia bila melihat karakteristik bangsa dan negara, sayangnya pada praktiknya masih jauh dari kata cukup. DAFTAR PUSTAKA Budiardjo, Miriam. 2005. Dasar-Dasar Ilmu Politik. Jakarta Gramedia Pustaka Sarundajang. 2012. Babak Baru Sistim Pemerintahan. Jakarta Kata Hasta Pustaka Syafiie, 2011. Pengantar Ilmu Pemerintahan. Bandung PT. Refika Aditama ... Sistem presidensial memiliki beberapa ciri-ciri yaitu a Presiden sebagai Kepala Negara sekaligus Kepala Pemerintahan, b Presiden tidak dipilih dan diangkat oleh parlemen tetapi oleh dewan pemilih namun belakangan ini peranan dewan pemilih tidak terlihat lagi sehingga dipilih oleh rakyat, c Presiden dan legislatif memiliki kedudukan yang setara, d kabinet dibentuk oleh Presiden sehingga tanggung jawab kabinet hanya kepada Presiden, e Presiden tidak dapat dijatuhkan oleh badan legislatif, begitu juga sebaliknya Presiden tidak dapat menjatuhkan badan legislatif Octovina, 2018. Presiden yang dipilih oleh rakyat secara langsung berimplikasi pada tanggung jawab Presiden. ...This study aimed to analyze legal politics and determine the broad guidelines of state policy based on the 1945 Constitution of the Republic of Indonesia. This study was included in the type of legal study with a statutory approach, a conceptual approach, and a historical approach. The People's Consultative Assembly did not establish the main points of state policy. However, they were jointly formed by the President, the People's Representative Council, and the Regional Representatives Council because the People's Consultative Assembly was no longer located as the highest state institution. The construction of the broad state policy guidelines, designed by the candidate for President or Vice President and his coalition before the general election, was then ratified into law if it had been elected as President. The regulatory period for the state law was designed for five years to make the legal norms more concrete.... 15 Pembagian kekuasaan pada masing-masing lembaga dan lembaga tersebut dipilih langsung oleh rakyat menjadikan sistem pemerintahan presidensial dianggap cukup ideal untuk mewakili kepentingan rakyat dan mampu untuk dikontol secara langsung oleh rakyat. Sistem presidensial selalu berkaitan dengan trias politica 16 , sehingga adanya pemisahan kekuasaan tersebut harus juga dengan diperkuat oleh legalitas keseimbangan antara rakyat, lembaga eksekutif maupun legislatif melalui pemilihan umum. 17 Pandangan lain seperti yang disampaikan Hanta Yuda, bahwa sistem pemerintahan presidensial kekuasaan terpusat pada lembaga eksekutif dengan basis legitimasi berasal dari rakyat bukan dari legislatif atau parlemen. ...Sultoni FikriAnang Fajrul Ukhwaluddin-This paper describes a comparison related to the presidential government system in the Unitary State of the Republic of Indonesia and the State of the Islamic Republic of Iran. Some of the basic reasons that make the writer interested in discussing presidential government systems are the existence of standard rules or at least oriented to the United States presidential government system, but in practice, the system tends to follow the conditions of the socio-political-cultural structure that exists in each country. While the background why the author chose Indonesia and Iran to be compared, at least based on several factors. First, related to the history of upheaval in each country, Indonesia has experienced a period of reform and Iran has experienced a period of revolution. Second, Indonesia and Iran are both countries with a majority Muslim population, and Iran makes Islamic values ??the basis of state life. Meanwhile, in Indonesia, Islamic values ??are not fully used as the basis of the state, considering that Indonesia is a diverse country in terms of religion and culture. Third, Indonesia and Iran both use a presidential system of government, but Indonesia and Iran can combine the rules of a presidential government system with the conditions of the socio-political-cultural structure that exist in each country. This research is research using the statutory approach, conceptual approach, and comparative approach. As a result, there are differences in the implementation of presidential government systems in Indonesia and Iran in several indicators. This is very reasonable because the system of government in a country must adapt to the socio-political historical conditions that exist in both Indonesia and Iran. Indonesia, Iran, presidential masyarakat hukum adat, tanah ulayat merupakan suatu kesatuan yang tak dapat terpisahkan yang memiliki sifat religio-magis. Keberadaannya telah ada jauh sebelum Indonesia merdeka. Namun, seiring berjalannya waktu keberadaan masyarakat hukum adat dan tanah ulayat tergerus oleh perkembangan globalisasi akibat pertambahan penduduk dan pembangunan infrastruktur yang masif. Dengan demikian perlu suatu upaya pembaharuan hukum agraria yang dimaknai sebagai penataan atas penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan P4T atau dimaknai sebagai sumber-sumber agraria menuju struktur P4T yang berkeadilan dengan langsung mengatasi pokok persoalannya melalui reforma agraria. Dalam hal ini, pemerintah perlu melakukan upaya harmonisasi aturan yang ada berkaitan dengan pertanahan, hukum adat dan masyarakat hukum Agritama S W MadjidThe 1945 Constitution of the Republic of Indonesia mandates that it is necessary to have Ministers to assist the President in carrying out his executive duties. The logical consequence is that the President has the prerogative to determine the formation of the structure of Ministers in their cabinet. Historically, the President’s prerogative has problems such as the uncertainty of the number and type of Ministries which resulted in the cabinet being unable to run effectively and efficiently in carrying out the functions. The State Ministry Law exists to regulate how the formation, change, and dissolution of State Ministries, so that there are limits to the President’s power to determine the structure of Ministries in the cabinet in order to support the effectiveness of the running of government. This study intend to examine how the legal politics of the existence of restriction on the President’s prerogative in determining the structure of their cabinet based on The State Ministry Law. The type of research used in this study is normative juridical with the library research method. The data source used is secondary data which includes primary, secondary, and tertiary legal materials. The results of this study is describe that The State Ministry Law has a responsive character because of the process of forming The State Ministry Law occurs through a democratic political configuration. Regarding the legal politics, the limitation of President’s prerogative in forming Ministries is aimed at strengthening the mechanism of checks and balances and strengthening the presidential system. Keywords Politics of Law, Prerogatives, President, Ministry UUD 1945 mengamanatkan bahwa perlunya keberadaan Menteri untuk membantu Presiden dalam melaksanakan fungsinya di ranah ekesekutif. Konsekuensi logis dari hal tersebut adalah adanya hak prerogatif dari presiden untuk menentukan pembentukan struktur kementerian dalam kabinetnya. Dalam praktiknya hak prerogatif Presiden tersebut menuai problem, seperti tidak menentunya jumlah dan jenis kementerian yang berakibat pada tidak dapatnya berjalan efektif dan efisien suatu kabinet dalam menjalankan fungsinya. UU Kementerian Negara hadir sebagai upaya untuk mengatur bagaimana pembentukan, pengubahan, dan pembubaran kementerian negara, sehingga terdapat batasan terhadap kekuasaan presiden untuk menentukan struktur kementerian dalam kabinet dalam rangka menunjang efektifitas jalannya pemerintahan. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji bagaimana politik hukum dari adanya pembatasan hak prerogatif Presiden dalam menentukan struktur kabinetnya berdasarkan UU Kementerian Negara. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu yuridis normatif dengan dengan menggunakan pendekatan konstitusional dan peraturan perundang-undangan. Hasil dari penelitian ini menguraikan bahwa UU No. 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara memiliki karakter yang responsif karena proses pembentukan UU a quo terjadi melalui konfigurasi politik yang demokrasi. Terhadap politik hukum pembatasan hak prerogatif presiden dalam pembentukan kementerian adalah bertujuan untuk memperkuat mekanisme check and balances dan memperkuat sistem presidensial. Kata Kunci Politik Hukum, Hak Prerogatif, Presiden, Kementerian Putu Gede Arya Sumerta YasaThe purpose of this research is to determine how the form of the presidential system adopted by Indonesia and to compare the presidential system in Indonesia with several countries such as the United States, South Korea and the Philippines. The research method used in this study is a normative legal research which used statute approach, conceptual approach, and comparative approach to examine the vacuum of norm regarding the presidential system in Indonesia. The results show that Indonesia adheres to non pure presidential system, namely a quasi-presidential system which is indicated by the horizontal relationship between state institutions. In the implementation of the presidential government system, every country has different characteristics so that it undergoes modifications depending on the situation and conditions of the country that adheres to it. When Indonesian presidential system compared with the United States, South Korea and the Philippines, it will show the special characteristics and weaknesses of each country. The indicators used in comparing presidential systems in several countries are the form of the presidential system, special characteristics, and weaknesses which in general are excess power in the failure of the de-radicalization program in prisons is evidenced by the high recidivation of terrorism convicts who have launched their actions again. This failure was due to the lack of coordination between stakeholders, namely the Director-General of Social Affairs Dirjenpas and the BNPT. Government Science sees that there have been sectoral egos between institutions. This study aims to examine the implementation of deradicalization in prisons and to skin sectoral egos in its implementation. This research methodology uses qualitative descriptive, namely the translation through words, by conducting interviews from September to October 2020. The results show that there is a reluctance of the Director-General of Social Affairs to use the concept of deradicalization and prefers to use the concept of guidance owned by the Director-General of Social Affairs itself. This reluctance was based on the negative stigma of using deradicalization and the feeling that BNPT had never coordinated to coordinate deradicalization. The sectoral ego is the result of not being carefully defined by radicalism and terrorism. Each state institution and the general public have their own definitions, resulting in differences in concept resulting in differences in program design and has not been able to resolve any references for this publication. Negara Kesatuan Republik Indonesia, Foto Dok, independensiIndonesia memiliki lembaga negara utama meliputi legislatif hingga eksaminatif dalam bertugas menjalankan pemerintah yang berdaulat. Adanya lembaga negara ini bertujuan untuk membuat kedaulatan sebuah negara ada di tangan rakyat dan dijalankan berdasarkan UUD 1945. Fungsi dari lembaga negara tentu saja untuk membantu pemerintah dalam membangun negara agar rakyatnya sejahtera dan semakin maju dari sebelumnya. Langsung saja, berikut ini uraian mengenai lembaga negara LegislatifLembaga legislatif adalah lembaga yang mewakili seluruh rakyat dalam menyusun undang-undang dan ikut serta mengawasi implementasi undang-undang yang ada di badan eksekutif, Anggota legislative ini dilalui melalui pemilihan umum dan dipilih oleh rakyat langsung. Contoh lembaga legislatif adalah MPR, DPR, dan EksekutifLembaga eksekutif adalah lembaga yang memegang kekuasaan untuk melaksanakan undang-undang, menyelenggarakan urusan pemerintah hingga mempertahankan tata tertib dan keamanan di dalam dan luar negeri. Contoh lembaga eksekutif adalah presiden dan wakilnya, kementerian negara, pejabat setingkat Menteri, hingga lembaga non YudikatifLembaga yudikatif merupakan lembaga yang memegang kekuasaan kehakiman untuk menyelenggarakan peradilan untuk menegakkan hukum dan keadilan. Ada beberapa bagian yang masuk meliputi Mahkamah Agung MA, Mahkamah Konstitusi MK, dan Komisi Yudisial KY.Lembaga Negara IndependenLembaga negara independen ini dibentuk dengan dasar hukum yang berbeda-beda melalui konstitusi, undang0undang, hingga keputusan presiden. Lembaga negara ini dibentuk agar tercipta pemerintah yang bersih, disiplin tinggi, dan bebas dari kepentingan politik tertentu. Lembaga Negara Independen meliputi KPU, TNI dan Polri, Kejaksaan Agung, KPK, dan KOMNAS EksaminatifLembaga eksaminatif adalah lembaga independen yang memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara. Lembaga eksaminatif di Indonesia adalah BPK. BPK menjadi lembaga tinggi negara dalam sistem ketatanegaraan Indonesia yang memiliki wewenang memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan sudah paham dengan penjelasan lembaga negara yang kaka jelaskan? Memang sih sulit, tapi lama-lama kalau terbiasa tidak akan terasa. Semoga bermanfaat! BerandaKlinikKenegaraan3 Cabang Kekuasaan ...Kenegaraan3 Cabang Kekuasaan ...KenegaraanRabu, 25 Mei 2022Menurut Undang-Undang Dasar 1945 kekuasaan yudikatif di Indonesia dijalankan oleh lembaga apa?Secara teori, kekuasaan negara dibagi ke dalam tiga cabang yaitu kekuasaan eksekutif, kekuasaan legislatif, dan kekuasaan yudikatif, yang masing-masing memiliki pengertian dan penjelasannya sendiri. Menyambung pertanyaan Anda, menurut Undang-Undang Dasar 1945 kekuasaan yudikatif di Indonesia dijalankan oleh lembaga Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada di bawahnya serta Mahkamah Konstitusi. Penjelasan lebih lanjut dapat Anda baca ulasan di bawah ini. Menurut Montesquieu dalam bukunya L’Esprit des Lois yang mengikuti jalan pikiran John Locke membagi kekuasaan negara ke dalam tiga cabang yaitu kekuasaan eksekutif, kekuasaan legislatif, dan kekuasaan yudikatif,[1] dengan penjelasan masing-masing sebagai EksekutifKekuasaan eksekutif adalah kekuasaan untuk melaksanakan undang-undang. Cabang kekuasaan ini yang memegang kewenangan administrasi pemerintahan negara yang tertinggi.[2]Kekuasaan ini berkaitan dengan sistem pemerintahan negara yang dianut masing-masing. Misalnya saja, Indonesia menganut sistem pemerintahan presidensil. Sehingga secara sempit, kekuasaan eksekutif berada di tangan presiden sebagai kepala negara dan kepala dikutip dari Wewenang Lembaga Eksekutif, Legislatif, dan Yudikatif, J. UU NurulHuda, Ketua Prodi Magister Ilmu Hukum UIN Bandung, dalam Hukum Lembaga Negara, di negara demokratis, secara sempit lembaga eksekutif diartikan sebagai kekuasaan yang dipegang oleh raja atau presiden beserta menteri-menterinya. Dalam arti luas, lembaga eksekutif mencakup para pegawai negeri sipil dan militer. Oleh sebab itu, secara sederhana, lembaga eksekutif dapat disebut sebagai LegislatifBerbeda dari kekuasaan eksekutif yang melaksanakan undang-undang, kekuasaan legislatif adalah kekuasaan untuk membuat atau merumuskan undang-undang yang diperlukan kekuasaan legislatif adalah cabang kekuasaan yang mencerminkan kedaulatan rakyat karena untuk menetapkan peraturan adalah wewenang dari lembaga perwakilan rakyat atau parlemen. Singkatnya, kekuasaan legislatif menjalankan fungsi pengaturan.[3]Selain itu, fungsi legislatif juga mencakup[4]Prakarsa pembuatan undang-undang;Pembahasan rancangan undang-undang;Persetujuan atas pengesahan rancangan undang-undang;Pemberian persetujuan pengikatan atau ratifikasi atas perjanjian atau persetujuan internasional dan dokumen hukum yang mengikat kekuasaan legislatif adalah Majelis Pemusyawaratan Rakyat MPR, Dewan Perwakilan Rakyat DPR, dan Dewan Perwakilan Daerah DPD.Kekuasaan YudikatifMenjawab pertanyaan Anda, menurut Undang-Undang Dasar 1945 kekuasaan yudikatif di Indonesia dijalankan oleh lembaga apa? Jawabannya adalah diatur dalam kekuasaan IX Kekuasaan Kehakiman Undang-Undang Dasar 1945 mengatur perihal kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan yang dilakukan oleh Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha negara, dan oleh Mahkamah Konstitusi.[5]Jadi, singkatnya, menurut Undang-Undang Dasar 1945 kekuasaan yudikatif di Indonesia dijalankan oleh lembaga Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada di bawahnya serta Mahkamah Asshiddiqie dalam bukunya Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara menyebutkan lingkungan pengadilan di Indonesia di antaranya adalah hal. 314Pengadilan Negeri PN dan Pengadilan Tinggi PT dalam lingkungan peradilan umum;Pengadilan Agama PA dan Pengadilan Tinggi Agama PTA dalam lingkungan peradilan agama;Pengadilan Tata Usaha Negara PTUN dan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara dalam lingkungan peradilan tata usaha negara; danPengadilan Militer PM dan Pengadilan Tinggi Militer dalam lingkungan peradilan samping itu, dikenal pula pengadilan khusus yang bersifat tetap ataupun ad hoc antara lain Pengadilan Hak Asasi Manusia, Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Pengadilan Niaga, Pengadilan Anak, Pengadilan Hubungan Kerja Industrial, dan lain-lain.[6]Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik disiapkan semata – mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum lihat Pernyataan Penyangkalan selengkapnya. Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra jawaban dari kami, semoga HukumUndang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun Asshiddiqie. Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara. Jakarta RajaGrafindo Persada, 2015.[1] Jimly Asshiddiqie. Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara. Jakarta RajaGrafindo Persada, 2015, hal. 283[2] Jimly Asshiddiqie. Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara. Jakarta RajaGrafindo Persada, 2015, hal. 323[3] Jimly Asshiddiqie. Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara. Jakarta RajaGrafindo Persada, 2015, hal. 299[4] Jimly Asshiddiqie. Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara. Jakarta RajaGrafindo Persada, 2015, hal. 300[5] Pasal 24 ayat 1 dan 2 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945[6] Jimly Asshiddiqie. Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara. Jakarta RajaGrafindo Persada, 2015, hal. 315Tags Fungsi lembaga legeslatif dalam pembangunan bangsa Admin dprd 29 Agustus 2022 507407 kali Lembaga Legislatif – Terdapat tiga lembaga utama di Indonesia yakni, Lembaga legislatif, eksekutif dan yudikatif yang mempunyai tugas dan fungsi yang berbeda antara satu dengan yang lainnya. Dalam artikel kali ini kita akan membahas apa itu definisi pengertian dari lembaga- lembaga negara tersebut beserta dengan tugas dan juga penjelasan lainnya. Semoga bermanfaat. Pengertian Lembaga Legislatif Lembaga legislatif merupakan lembaga atau dewan yang mempunyai tugas serta wewenang membuat atau merumuskan UUD yang ada di sebuah negera. Selain itu, lembaga legislatif juga diartikan sebagai lembaga legislator, yang mana jika di negara Indonesia lembaga ini dijalankan oleh DPD Dewan Perwakilan Daerah DPR Dewan Perwakilan Rakyat, dan MPR Majelis Permusyawaratan Rakyat. Contoh Lembaga Legislatif Di Negara Indonesia, lembaga legislatif adalah DPR, DPD, dan MPR. DPR atau Dewan Perwakilan Rakyat adalah salah satu lembaga legislatif yang memiliki keduduan sebagai lembaga negara. Adapun anggota DPR yaitu mereka yang berasal dari anggota partai politik yang mencalonkan diri sebagai peserta pemilu yang sudah terpilih saat pemilu. DPR berkedudukan di pusat, dan yang di tingkat provinsi disebut dengan DPRD Provinsi dan untuk yang berada di tingkat kota/kabupaten disebut dengan DPRD kabupaten/kota. Anggota DPR dipilih secara langsung oleh rakyat dengan masa jabatan 5 tahun. DPD atau Dewan Perwakilan Daerah adalah salah satu lembaga legislatif perwakilan daerah yang berkedudukan sebagai lembaga negara, anggota DPD berasal dari perwakilan setiap provinsi yang ada di negara yang sudah terpilih di pemilu. Adapun jumlah anggotanya tidak sama untuk setiap provinsi, namun sudah ditetapkan paling banyak 4 orang. Sementara masa jabat DPD adalah sama seperti DPR yaitu 5 tahun. MPR atau Majelis Permusyawarakatan Rakyat Adalah lembaga legislatif yang terdiri dari anggota DPR dan DPD yang sudah terpilih dalam pemilu. Adapun masa jabatan anggotanya adalah selama 5 tahun. Tahukah bahwa sebelum amandemen UUD 1945, MPR adalah lembaga yang memiliki kedudukan tertinggi negara. Tetapi setelah amandemen, lembaga tertinggi sudah dihapuskan, yang sekarang hanya ada lembaga negara. Tugas Lembaga Legislatif Lembaga legislatif memiliki tugas membuat UUD , dan adapun contoh lembaga legislatif tersebut meliputi, DPD, DPR, dan MPR. Tugas DPD DPD atau Dewan Perwakilan Daerah memiliki beberapa tugas, diantaranya Mengajukan rancangan UUD yang memiliki kaitan dengan otonomi daerah serta bertugas dalam mengawasi pelaksanaanya. Memberi pertimbangan kepada kepala negara yaitu Presiden terkait RUU APBN. Memeriksa hasil keuangan negara dari pihak BPK. Memberi pertimbangan kepada Dewan Perwakilan Rakyat DPR dalam memilih BPK. Tugas DPR DPR atau Dewan Perwakilan Rakyat, memiliki beberapa tugas, diantaranya Bertugas memegang kekuasaan dalam hal pembentukan UUD. Bertugas memberi persetujuan kepada kepala negara yaitu Presiden terkait dengan peraturan pemerintah yang sudah ditetepkan oleh Presiden sebelumnya sebagai ganti dari UU. Sebagai pemberi persetujuan kepada kepala negara, untuk menyatakan perang, berdamai, dan menyatakan persetujuan untuk pembuatan perjanjian dengan negara lain. Sebagai pemberi pertimbangan kepada Presiden tentang pengangkatan duta serta penempatan duta negara lain, bertugas memberi amnesti serta abolisi, rancangan UU APBN. Memberi hasil pemeriksaan keuangan negara dari pihak BPK. Memilih langsung anggota BPK. Memberikan ppersetujuan kepada calon Hakim Agung yang sudah diluluskan oleh Komisi Yuridis. Bertugas memberi persetujuan kepada Presiden tentang pengangkatan dan juga persetujuan tentang pemberhentian anggota yudisial. Bertugas mengajukan tiga orang hakim konstitusi. Bertugas dalaam mengusulkan pemberhentian Presiden serta Wakil Presiden. Tugas MPR MPR juga mempunyai tugas, seperti DPD dan DPR. Adapun tugas MPR, sesuai dengan UU pasal 3 ayat 1, yaitu Mengubah serta menetapkan UUD Bertugas sebagai pelantik Presiden dan Wakil Presiden. Bertugas dalam hal memberhentikan Presiden dan wakilnya pada masa jabatannya sesuai dengan UUD. Selain tugas, MPR juga mempunyai Hak, yaitu Memberi usul perubahan paasal UUD, Dapat menentukan sikap serta pilihan dalam pengambilan keputusan, Berhak memilih dan dipilih Berhak membela diri Hak Imunitas Protokoler Keuangan dan administrasi Inilah sekilas tentang lembaga legislatif, mulai dari pengertiannya, tugas dan contohnya. Pengertian Lembaga Yudikatif Lembaga yudikatif adalah lembaga negara yang tugas utamanya sebagai pengawal, pengawas, dan pemantau proses berjalannya UUD, dan juga pengawasan hukum di sebuah negara. Di Indonesia, fungsi lembaga legislatif ini dijalankan oleh MA Mahkamah Agung, MK Mahkamah Konstitusi, yang mana keduanya memiliki peran sebagai pengawas dan pemantau berjalannya UUD dan hukum yang ada di Indonesia. Contoh Lembaga Yudikatif Mahkamah Agung MA Adalah salah satu lembaga yudkatif yang memiliki kekuasaan kehakiman, kekuasaan ini adalah kekusaan yang menyelenggarakan peradilan guna penegakkan hukum yang adil. Mahkamah Konstitusi MK Adalah lembaga yudikatif yang memiliki wewenang sebagai pengadilan pada tingkat pertama dan terakhir, yang mana keputusannya bersifat final untuk menguji UU. Komisi Yudisial KY Adalah lembaga negara yang memiliki tugas dan wewenang untuk mengusulkan pengangkatan hakim agung dan menjaga juga menegakan keluhuran kehormatan martabat dan perilaku hakim. Tugas Lembaga Yudikatif Lembaga yudikatif, memiliki tugas, sebagai berikut Tugas Mahkamah Agung Mengadili dan menguji peraturan perundang-undangan. Bertugas sebagai pemberi pertimbangan kepada Presiden tentang pemberian grasi dan juga rehabilitas Bertugas mengajukan 3 orang anggota hakim konstitusi Tugas Mahkamah Konstitusi Mengadili pada tingkat pertama sampai akhir putusan yang bersifat final untuk menguji UU. Bertugas memutuskan persengketaan Bertugas memutuskan pembubaran partai politik Bertugas memutuskan perselisihan dan persengketaan terkait hasli pemilu Memiliki kewajiban memberi keputusan tentang pendapat DPR tentang dugaan pelanggaran oleh Presiden dan wakilnya sesuai dengan UU Bertugas menerima usulan pemberhentian presiden dan wakilnya dari DPR untuk segera ditindak lanjuti. Tugas Komisi Yudisial Bertugas mengusulkan pengangkatan Hakim Agung Bertugas menjaga serta menegakkan kehormatan, keluhuran, martabat dan juga perlaku Hakim Pengertian Lembaga Eksekutif lembaga eksekutif adalah presiden dan wakil presiden dan beserta dengan menteri-menterinya yang turut membantunya dalam menjalankan tugasnya di sebuah negara. Presiden merupakan lembaga negara yang memiliki kekuasaan eksekutif yaitu kekuasaan yang menjalankan roda pemerintahan. Di negara Indonesia, presiden memiliki kedudukan sebagai kepala pemerintahan serta sebagai kepala negara. Presiden dan wakilnya menduduki jabatan maksimal 5 tahun, namun masih dapat mencalonkan diri kembali untuk satu masa lagi. Contoh Lembaga Eksekutif Presiden dan Wakil Presiden, Menteri Inilah sekilas tentang lembaga eksekutif, tugas dan contohnya, semoga bermanfaat. Tugas Lembaga Eksekutif Presiden, memiliki tugas dan wewenang, yaitu sesuai dengan UUD 1945, diantaranya Bertugas membuat perjanjian dengan beberapa negara lain dengan syarat adanya persetujuan dari DPR Bertugas mengangkat duta dan konsul, yang mana duta merupakan wakil dari sebuah negara yang ditempatkan di negara lain sebagai wakil yang memiliki tugas di kedutaaan besar. Sementara itu, konsul merupakan sebuah lembaga yang mewakili sebuah negara di kota tertentu dalam pengawasan kedutaan. Bertugas menerima duta dari negara lain untuk menjadi duta negara lain di negara sendiri Memberi gelar, tanda jasa serta kehormatan kepada warganegaranya atau warga negara asing yang telah berjasa mengharumkan nama bangsa.”Anggota DPR yang melaksanakan tugasnya dengan benar pada saat menggunakan haknya, hak imunitasnya, nanti dituduh oleh publik Anda tidak betul, Anda salah, Anda mengeksploitasi hak-hak yang diberikan pada Anda, untuk kebutuhan perorangan saja, padahal bukan itu tujuannya,” tambah Jhonny. Sidang pengesahan revisi UU MD3 itu diwarnai oleh walkout-nya Partai Nasdem. Meski begitu, pengesahan UU MD3 ini pakar hukum dari Pusat Studi Hukum dan Kebijakan, Bivitri Susanti, menyebut UU itu merupakan kriminalisasi terhadap rakyat yang kritis terhadap DPR, walaupun penegakan hukum tetap dilakukan oleh polisi. “Pasal yang seakan-akan menakut-nakuti masyarakat itu harus dibatalkan, karena tidak sesuai dengan nafas konstitusi yang melindungi warga untuk menyatakan pendapat,” tegasnya. “Kalau memang ada yang dianggap menghina’ DPR dalam memberi kritiknya, kalau DPR tidak suka, sebagaimana lembaga lain atau orang-orang lainnya, laporkan saja ke polisi, tidak perlu MKD.” Ia mengingatkan, MKD tidak bisa memanggil rakyat yang dianggap menghina, karena MKD bukan penegak hukum.”

kekuasaan eksaminatif dalam sistem pemerintah indonesia dijalankan oleh